
pertanian jagung di selatan Bandar Udara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kapanewon Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menimbulkan kekhawatiran di kalangan sejumlah pihak.
Mereka mengkhawatirkan dampak jangka panjang yang mungkin muncul, terutama terkait migrasi satwa seperti burung dan tikus.
Kekhawatiran ini terungkap dalam sosialisasi yang diadakan oleh tiga pihak, yaitu panitia Kismo Kadipaten Pakualaman, PT Direktif Utama Indonesia, dan warga setempat, pada Rabu (30/4/2025) sore.
“Saat ini operasi bandara belum berdampak. Tetapi, di masa depan bisa terjadi migrasi satwa. Burung adalah ancaman terbesar bagi pesawat,” ungkap Indra Nasution, Kepala Divisi Manajemen Keselamatan, Risiko, dan Kinerja YIA.
Indra menjelaskan bahwa satwa akan bergerak mencari pakan, dan burung kemungkinan akan melintas di sekitar bandara untuk mencari sumber pakan dari lahan pertanian.
Selain itu, tikus sebagai satwa pengerat juga dapat berkembang di sekitaran bandara.
Jika satwa ini tidak terkendali, mereka dapat menjadi ancaman serius bagi operasional bandara, seperti serangan burung terhadap pesawat atau kerusakan instalasi akibat pengerat.
Indra berharap perusahaan yang berencana mengembangkan pertanian jagung telah mempelajari secara mendalam langkah-langkah antisipasi dan mitigasi terkait masalah ini, agar pembangunan pertanian tidak berdampak negatif terhadap operasi bandara.
Sementara itu, Kepala Stasiun Meteorologi BMKG Yogyakarta, Warjono, menekankan pentingnya keberadaan sabuk hijau untuk menahan angin dan mengantisipasi potensi tsunami yang dapat datang kapan saja dari selatan.
“Kita akan melihat kondisi ketika ada pembukaan lahan seperti apa, sebelum dibuka seperti apa. Kita akan menyampaikan apakah ada efeknya atau tidak,” kata Warjono.
Kekhawatiran juga disampaikan oleh warga sekitar bandara.
Warga Jangkaran, yang terlibat dalam pembangunan sabuk hijau di sisi selatan YIA, merasa kecewa karena lahan yang mereka kerjakan sejak 2019 hingga 2021 kini digunduli untuk dijadikan lahan pertanian jagung.
Edi menambahkan bahwa seharusnya pertanian jagung mencontoh kegiatan pertanian cabai yang dikembangkan Pura Pakualaman di sekitarnya, yang dapat dilakukan tanpa membuka lahan, cukup dengan memangkas dahan agar tanaman di bawahnya dapat tumbuh dengan baik.
“Tapi ternyata (semua cemara) ditebang, kami down (kecewa),” tuturnya.
PT Direktif Utama Indonesia berencana membangun pertanian jagung pada lahan seluas 10 hektar di luar bandara YIA, yang akan menyita area sabuk hijau di wilayah Kalurahan Palihan dan Sindutan, Temon.
Pembangunan ini dilatarbelakangi oleh rencana Kadipaten Pakualaman untuk mendukung ketahanan pangan sebagai bagian dari program pemerintah saat ini.
Pembangunan pertanian dimulai dengan pembersihan lahan dan penebangan pohon di kawasan hutan cemara udang sejak pertengahan April 2025.