Uncategorized

KETUA77 – Perjuangan Guru Honorer di Sleman: 12 Tahun Melawan Mafia Tanah, Sertifikat Belum Kembali

Suami istri di Kabupaten, Sleman Hedi Ludiman (49) dan Evi Fatimah (38) yang menjadi korban dugaan praktik mafia tanah.

Lihat Foto

Hedi Ludiman yang merupakan guru honorer ini sudah 12 tahun berjuang untuk mendapatkan kembali sertifikat tanah milik istrinya yang secara tiba-tiba telah digadaikan ke bank dan dibalik nama.

“Saya sudah 12 tahun berjuang sendirian, ke sana kemari,” ujarnya saat ditemui di Paten, Kalurahan Tridadi, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman, DIY, Senin (12/5/2025).

Tanah tersebut berada di Paten, Kalurahan Tridadi, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman dengan luas 1.475 meter persegi.

Di atas tanah tersebut berdiri bangunan rumah berukuran 8 meter x16 meter.

Hedi menyampaikan, peristiwa berawal pada 2011, di mana ada dua orang berinisial SJ dan SH datang bermaksud mengontrak rumah untuk usaha konveksi.

Selama ini bangunan rumah di atas tanah warisan seluas 1.475 meter persegi tersebut memang dikontrakan.

“Ketemu istri saya, mau ngontrak rumah selama lima tahun. Itu kan setahun Rp 5 juta, selama lima tahun berarti Rp 25 juta,” ungkapnya.

Saat itu SJ dan SH menyanggupi harga tersebut.

Keduanya kemudian menyampaikan akan membayar secara bertahap melalui transfer dan akan mulai menempati pada 2012.

Hedi menuturkan, kedua orang tersebut saat itu meminta sertifikat tanah yang hendak dikontrak kepada istrinya, Evi Fatimah.

Keduanya beralasan sertifikat tanah tersebut sebagai jaminan sebelum menempati rumah.

Saat itu istrinya tidak berburuk sangka terhadap SH. Sebab SH usianya sudah tua sekitar 60-an tahun.

Sertifikat tanah lantas diserahkan pada awal Agustus 2011. 

“Ibunya (SH) itu sudah tua, kan tua seperti ini nggak mungkin menipu. Ini (Evi Fatimah) kan percayanya karena itu,” ungkapnya.

Di dalam prosesnya, lanjut Hedi, istrinya, Evi Fatimah diajak ke salah satu kantor notaris di daerah Kalasan, Sleman oleh SJ dan SH dengan alasan membuat surat perjanjian mengontrak rumah.

Di kantor notaris tersebut, SH dan Evi hanya bertemu dengan staf.

Kemudian SH meminta Evi untuk segera menandatangani dokumen. 

Isi yang ditandatangi hanya dibacakan dan tidak boleh dibaca langsung oleh Evi. Tak hanya itu, Evi juga tidak diberikan salinan surat yang ditandatanganinya.

“Tidak tahu maksud dan tujuanya, waktu itu kan ini (Evi Fatimah) masih muda, jadi nggak tahu apa itu notaris. Tidak boleh dibaca, cuma dibacakan. Yang ditandatangani itu nggak tahu, katanya perjanjian kontrak mengontrak,” tuturnya.

Sertifikat digadaikan ke bank dan dibalik nama

Usai dari notaris, Evi diminta pulang ke rumah dan tidak ada masalah apa pun.

Hingga akhirnya pada Mei 2012, ada dari pihak salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) datang ingin bertemu Evi.

Hedi mengungkapkan, saat bertemu dengan istrinya tersebut dari pihak bank menyampaikan jika sertifikat tanah sudah digadaikan Rp 300 juta dan kreditnya macet.

Informasi tersebut sontak mengejutkan Hedi, sebab istrinya tidak pernah menggadaikan sertifikat tanahnya ke bank. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *