
ular hijau berbisa tinggi atau high venom, yakni trimeresurus insularis dan trimeresurus albolabris, tersebar di wilayah Pulau Jawa bagian Timur dan Barat.
Namun, hingga saat ini antibisa untuk kedua jenis ular tersebut belum tersedia di Indonesia dan harus diimpor dari luar negeri.
Founder Rescuer Ular Exalos Indonesia, Janu Wahyu Widodo, menjelaskan persebaran dan karakteristik kedua jenis ular tersebut berdasarkan pengamatannya selama 17 tahun menangani ular.
“Wilayah bagian Jawa ke Barat, semisal Semarang, Tegal, Cilacap itu masuknya adalah trimeresurus albolabris. Kemudian untuk wilayah Soloraya sampai Jawa Timur itu dia trimeresurus insularis,” kata Janu saat ditemui Kompas.com di Sukoharjo, Kamis (17/4/2025).
Menurutnya, ada wilayah abu-abu seperti Semarang, Magelang, dan Yogyakarta yang bisa ditemui kedua jenis ular tersebut, namun tidak saling menyilang.
“Albolabris tidak akan ke Timur dan Insularis tidak akan ke Barat,” ujarnya.
Kedua ular tersebut umumnya hidup di semak-semak, perkebunan, dan pinggiran sungai. Meski memiliki bisa tinggi, tingkat fatalitasnya disebut tidak setinggi kobra.
“Pada saat tergigit kemungkinan sembuhnya lebih besar. Efek gigitannya bengkak, kemudian rasa sakit yang sangat, bisa juga terjadi nekrosis di tempat yang tergigit. Paling banyak untuk ular ini amputasi. Kalau kematian rendah, tidak sebanyak kobra,” jelasnya.
Janu menambahkan, data kasus kematian akibat gigitan ular hijau ini sangat rendah. Berdasarkan laporan masyarakat yang diterimanya, rasio kematian akibat gigitan ular hijau hanya 1 dari 100 kasus yang dibawa ke rumah sakit, sedangkan untuk kobra bisa mencapai 10 dari 100 kasus.
Namun, hingga kini Indonesia belum memproduksi antibisa untuk trimeresurus insularis dan trimeresurus albolabris.
“Di Indonesia bagi orang yang tergigit biasanya mereka akan mendapatkan antibisa dari luar negeri, green pit viper antivenom,” kata Janu.
Indonesia saat ini baru memproduksi antibisa BioSave, yang ditujukan untuk tiga jenis ular berbisa, yakni kobra jawa (naja sputatrix), ular tanah atau malayan pit viper (calloselasma rhodostoma), dan welang (bungarus fasciatus).
Untuk mendapatkan antibisa impor, rumah sakit harus melakukan koordinasi antar dokter dan mendapatkan izin resmi.
Janu menyebutkan, laporan keberadaan ular hijau di wilayah Soloraya sangat sering diterimanya dalam dua tahun terakhir.
“Insularis adalah yang paling sering. Karena memang habitatnya di wilayah Soloraya masih banyak,” tutupnya.