Uncategorized

KETUA77 – Tak Perlu FOMO, Pahami Risiko Sebelum Ajukan Pinjol

 ilustrasi pinjol

Lihat Foto

Pinjaman online (pinjol) masih menjadi pilihan masyarakat untuk mendapatkan uang dalam waktu cepat.

Selain syaratnya yang mudah, cukup foto kartu tanda penduduk (KTP) dan selfie memegang KTP, uang yang diinginkan langsung bisa dicairkan.

Bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo, Fauzan Widodo mengingatkan, jangan sampai masyarakat terjebak pinjol.

Sebab, OJK akan mencatat riwayat kredit seseorang, termasuk pinjol, melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).

Fauzan juga menyampaikan bahwa bunga yang ditawarkan dalam pinjol cukup besar, yaitu 0,4 persen per hari.

Meski bunga yang ditawarkan cukup besar, masih banyak masyarakat yang mengakses pinjol demi kebutuhan konsumtif.

“Aksesnya sangat mudah. Kapan pun, di mana pun dapat diakses. Kedua, biasanya pinjol ini digunakan untuk kepentingan konsumtif. Kalau saat ini bahasa kerennya fomo,” kata Fauzan di Solo, Sabtu (26/4/2025).

Di samping itu, ungkap Fauzan, tidak sedikit masyarakat yang mengakses pinjol untuk judi online (judol).

Agar masyarakat tidak terjebak pinjol, Fauzan meminta kepada masyarakat untuk memahami risiko pinjol.

“Sebelum meminjam, pahami dulu risikonya. Keduanya, jangan digunakan untuk kepentingan konsumtif. Ketiga, apa adanya, tidak perlu FOMO (Fear Of Missing Out),” ujar dia.

Penuhi kebutuhan instan

Untuk diketahui, pinjol masih menjadi tren di kalangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan, terutama bagi mereka yang ingin mendapatkan uang dengan cara instan.

“Kita menyadari bahwa memang perilaku masyarakat kita serba pengin instan. Itu mungkin ya menjadi penyebab kenapa masyarakat kita itu suka menggunakan pinjol, baik itu legal maupun ilegal.”

Demikian penjelasan Kabag Pengawasan Pelaku Usaha Jasa Keuangan Edukasi dan Perlindungan Konsumen (PUJK EPK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kota Solo, Heri Santosa, di Solo, Jawa Tengah, pada 28 November 2024 silam.

Menurut Heri, masih lebih baik jika aplikasi pinjol yang diakses masyarakat masuk kategori legal.

Sebaliknya, jika yang digunakan adalah pinjol ilegal, risikonya lebih besar dan membutuhkan upaya lebih untuk menanganinya.

“Kalau legal, masih dalam koridor termitigasi risikonya. Kalau misalkan terjadi permasalahan, bisa lebih teridentifikasi, lebih jelas ukuran untuk melakukan langkah-langkah penyelesaian. Tapi kalau yang sudah ilegal, butuh effort lebih (penanganannya),” ujar dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *