Uncategorized

KETUA77 – Dari Sampah Menjadi Solar: Inovasi Hijau Desa Talunombo dan Kasilib

Badarudin, Kepala Desa Talunombo, Wonosobo sedang memperlihatkan proses pembuatan BBM dari bahan sampah saat ditemui Kompas.com di lokasi pengolahan sampah Sabtu (19/4/2025).

Lihat Foto

Di Jawa Tengah, gerakan mengubah sampah menjadi bahan bakar minyak kini tengah digalakkan sebagai bagian dari Revolusi Hijau. Upaya ini menjadi bentuk kepedulian terhadap lingkungan sekaligus solusi berkelanjutan atas permasalahan sampah.

Isu sampah masih menjadi bahasan yang tidak pernah selesai. Seperti komoditas, sampah kerap dikaitkan dengan aktivitas ekspor dan impor antardaerah.

Menumpuk, berpindah tempat, dan kadang ditolak di lokasi lain, sampah terus menjadi tantangan besar yang dihadapi berbagai wilayah, termasuk di Jawa Tengah.

Menyadari bahwa produksi sampah tidak akan pernah berhenti, sejumlah warga di Wonosobo dan Banjarnegara bergerak mengubah tantangan ini menjadi peluang.

Di Desa Talunombo, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Wonosobo, warga mengembangkan pengolahan sampah menjadi bahan bakar minyak (BBM) melalui program Tempat Pembuangan Sampah, Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R).

Gerakan ini digagas oleh Badarudin dan para penggiat lingkungan lainnya. Mereka mengolah sampah plastik menjadi solar menggunakan mesin pirolisis.

“Program ini lahir dari kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, sekaligus upaya mencari solusi bahan bakar alternatif di tengah gas langka. Kami melihat sampah ini sebagai peluang,” kata Badarudin saat ditemui Kompas.com, Sabtu (19/4/2025).

Setiap 50 kilogram sampah plastik diolah menjadi 40–45 liter solar. Prosesnya menggunakan mesin pirolisis bersuhu 300 derajat Celsius selama 12 jam. Selain plastik, mesin ini juga mampu mengolah limbah minyak goreng bekas (jelantah) dan oli bekas.

“Ide awalnya berangkat dari permasalahan sampah yang mengalir ke lahan pertanian. Melalui TPS 3R, kami menggandeng Badan Riset Inovasi Daerah (Brida) Provinsi Jawa Tengah untuk membuat mesin pirolisis di tahun 2022,” jelas Badarudin.

Setelah mesin beroperasi optimal, Talunombo bahkan membeli sampah plastik dari daerah lain seharga Rp 500 per kilogram. Solar hasil produksi dijual seharga Rp 10.000 per liter dan digunakan untuk mengoperasikan mesin traktor.

Setiap produksi memerlukan biaya sekitar Rp 200.000 untuk kayu bakar, menghasilkan 40 liter solar senilai Rp 400.000. Artinya, warga masih memperoleh margin keuntungan Rp 200.000 per produksi.

“Kalau ditanya harapan, kami dari desa sudah bergerak. Tentu kami berharap ada dukungan dari semua pihak, apalagi ini kaitannya dengan kelestarian lingkungan yang juga menjadi fokus pemerintah pusat,” ujar Badarudin.

Saat ini, 430 Kepala Keluarga (KK) dari total 725 KK di Desa Talunombo terlibat dalam program ini. Selain mengolah sampah plastik menjadi solar, residu dari pengolahan juga dimanfaatkan menjadi briket ramah lingkungan.

“Briket itu dibuat dari residu plastik, dicampur dengan tepung tapioka, lalu dicetak. Kelebihannya, briket ini tahan lama dan bisa mengatasi kebutuhan energi saat gas elpiji langka,” jelas Badarudin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *